Halo, teman-teman microstocker! Di artikel kali ini, microstocker.id mau menjelaskan tentang dua hal yang sering jadi pertanyaan di dunia fotografi dan videografi. Apa, tuh, kira-kira? Yap, betul sekali, microstock dan macrostock. Mungkin buat sebagian dari kamu, istilah ini udah nggak asing lagi. Tapi, buat yang baru mau coba atau masih bingung, yuk kita bedah bareng-bareng!
Apa Itu Microstock?
Kamu pasti udah paham, ‘kan, yang dimaksud dengan microstock. Kalau belum, coba bayangkan aja kamu punya banyak foto atau video bagus. Daripada cuma disimpan di hard disk, akhirnya kamu memilih buat upload ke platform seperti Shutterstock, Adobe Stock, atau Getty Images. Nanti setiap kali ada orang download konten yang tadi kamu upload, kamu bakal dapetin komisi. Hasilnya, sih, memang nggak banyak-banyak banget, ya. Tapi satu konten bisa di-download berulang kali, jadi bisa aja penghasilan kamu naik dari sana atau bahkan dapat jackpot!
Secara singkatnya, microstock itu adalah model bisnis di mana kamu menjual lisensi penggunaan karya kreatif (foto, video, ilustrasi) dengan harga murah dan bisa di-download oleh banyak orang. Selain itu, target pasarnya luas banget, mulai dari blogger, desainer grafis, sampai perusahaan kecil yang butuh konten visual dengan biaya terjangkau.
Kelebihan Microstock:
- Peluang passive income; sekali upload, kamu bisa dapat uang terus-menerus.
- Target pasar yang luas dari banyaknya customer yang ada di platform microstock.
- Kamu bisa jualan foto dari hobi traveling, kuliner, atau apa pun yang kamu suka.
Kekurangan Microstock:
- Komisinya tergolong kecil, jadi jangan kaget kalau per download cuma dapat sedikit.
- Ada jutaan fotografer lain di luar sana, jadi kamu harus punya karya yang unik agar bisa bersaing.
- Terkadang pasar lagi jenuh dengan tema tertentu. Jadi harus pintar-pintar cari ide.
Apa Itu Macrostock?
Kalau microstock itu bisa disebut jualan eceran, macrostock itu jualan grosiran. Kamu menjual lisensi eksklusif dengan harga yang jauh lebih mahal, yang mana dijual hanya ke satu perusahaan atau pembeli. Jadi, kamu bisa aja dapetin ratusan atau ribuan dolar hanya dari satu foto.
Nah, yang bikin susah, macrostock menuntut kualitas yang sangat tinggi. Kamu bakal butuh perlengkapan yang jauh lebih profesional. Konsep pun harus benar-benar dipikirkan, bahkan bisa jadi butuh model profesional yang bisa “menghidupkan” suasana foto atau video sampai punya nilai jual.
Kelebihan Macrostock:
- Komisi di platform macrostock lebih besar, sehingga sekali jual, kamu bisa langsung dapat untung gede.
- Kerja sama dengan klien besar bisa meningkatkan reputasi dan portofolio kamu.
- Kamu bisa terlibat dalam proyek-proyek besar dan kreatif.
Kekurangan Macrostock:
- Karena target pasarnya terbatas, nggak semua orang bisa atau mau beli karya dengan harga semahal itu.
- Nggak cuma upload dan tunggu, tapi ada proses negosiasi, kontrak, dan tuntutan kualitas yang sangat tinggi.
- Butuh modal yang lebih banyak karena biasanya kamu harus punya peralatan yang memadai dan tim yang solid.
Jadi, Mana yang Lebih Cocok Buat Kamu?
Jawabannya, tergantung tujuan kamu.
Kalau kamu hobi fotografi, suka ambil foto-foto dari kegiatan sehari-hari, dan ingin dapat penghasilan tambahan tanpa harus repot, microstock adalah pilihan yang sangat pas. Kalau kamu seorang fotografer profesional yang punya peralatan lengkap, punya tim, dan ingin fokus menggarap proyek-proyek besar dengan bayaran tinggi, mungkin macrostock lebih cocok buat kamu.
Gimana, sekarang udah nggak bingung lagi, ‘kan? Kamu juga bisa cari tahu lebih detail tentang microstock atau macrostock di buku Microstock Mastery. Semoga artikel ini bisa kasih pencerahan, ya. Selamat berkarya, teman-teman!